Selasa, 12 Februari 2013

Menatap kembali ungaran lebih dekat

ujuan rempakem kali ini adalah gunung yang mempunyai track sedang dan akses mudah dari kota, ada sumbing dan sindoro yang dekat tapi kali ini tidak jatuh hati padanya, kami memilih gunung ungaran yang relative lebih bersahabat dengan tubuh2 kami yang abis penyesuain kembali bisa makan bebas setelah sebulan kami berbuasa ( ya bolong juga ding  tengok franz *ups )

Gunung ungaran adalah pilihan yang terbaik, gunung ini terletak di jawa tengah dengan koordinat 7°11S 110°20E / 7.18°LS 110.33°BT / -7.18; 110.33 dengan ketinggian 2.050 mdpl, cukup sedang untuk kami daki.Gunung Ungaran termasuk gunung berapi berapi tipe strato. Gunung ungaran  ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran.
Puncak ungaran

Dari puncak gunung ini, jika memandang ke utara akan terlihat laut jawa  sedangkan jika membalikkan badan, akan terlihat jajaran (dari kiri ke kanan) gunung merapi, gunung merbabu gunung telomoyo dan Kendalisodo dengan  rawa pening yang terkenal dari sebuah cerita rakyat baruklinting ( kata simbah saia dulu sering di dongengin waktu masih kecil ),  gunung sumbing, gunung sindoro dan gunung perahu .
Kami memulai perjalanan selepas magrib dari kota temanggung, dengan dua kendaraan dengan waktu tempuh tidak lebih dari dua jam untuk sampai di kaki gunung ini, dan dalam perjalanan aku tidak asing karena dulu aku sering sekali mengunjugi gunung ini ketika libur telah tiba hanya sekedar camping ceria bersama sahabat2 kecil ku ( sekarang entah pada mencar kemana-mana )
Kami memilih rute pramosan, akses ke gunung ini bisa dari dua jalur yaitu jalur gedong songo ( lebih terjal ) dan pramosan ( kebun teh ) karena jalur nya lebih mudah dan kami bisa menitipkan kendaraan kami di pos. konon Menurut  mitos masyarakat setempat, di lereng gunung di antara jajaran candi ini terdapat kawah berbau belerang yang merupakan makam dasamuka  Konon Dasamuka yang suka mabuk dikubur di kawah ini oleh hanoman . Hanoman sendiri kemudian berdiam di Gunung Telomoyo mengawasi Dasamuka jika sewaktu-waktu bangkit. Dasamuka bisa bangkit jika ia mencium bau minuman keras, hingga masyarakat setempat (dulu) tidak berani minum minuman keras di areal candi gedong songo .
Penampakan candi gedong songo
Malam itu aku harus menjaga keseimbangan ketika kendaraan kami meniti jalur berkelok dan menanjak , pegal sekali punggung ini rasanya sepeti mau jatuh dan caril yang bergelayut terasa berat ketika medan semakin menanjak ( ga ada turunnanya ) sesekali jalan datar dan sesaat kami bisa melihat bentangan kota semarang dengan kerlap kerlip lampu seperti hiasan dinding di kaki gunung telomoyo dan merbabu.
Tiba kami di tempat camp yang terkenal dengan nama camp mawar, yaitu sebuah tempat lapang di pintu rimba yang berada di ketinggian lebih dari 700mdpl, tempat ini favorite para penikmat alam untuk singgah dan mendirikan tenda karean lokasi ini persis menghadap ke kota semarang dan salatiga, dan di tempat ini pula terdapat sumber mata air, sehingga memudahkan kami untuk acara masak memasak.
Camp Mawar yang view nya keren bgt kalo malam
   
Malam itu kami mendirikan camp dan bermalam disitu, semakin lama semakin rame karena banyak para pemuda yang datang dan menghabiskan malam panjang mereka, entah hanya dengan petikan gitar atau bahkan ada yang camp seperti halnya kami. Malam itu cuaca bangus sekali langit bertabur bintang dan bulan sabit terbit begitu rendah seolah memayungi kami dari balik rimbunan cemara gunung yang kadang berdesir ketika di terpa angin lembah wuzzzz….wuzzz…. .
Kami bercerita, dan seperti biasa rutinitas di alam terbuka,kami mempersiapkan makan malam, ngobrol panjang dengan di temani berderet hit nya para sahabatku ini ( ketularan ikut suka juga akhirnya ) karena aku itu paling jagoan molor jadi aku memilih meringkuk di dalam tenda sementara andy dan franz masih asyik membahas cerita panjang john petruzi dkk dalam legend nya mereka hingga kini. Hingga akhirnya kami memejamkan mata dan beristirahat.
Acara Masak Memasak


Keesokan harinya, matahari sudah meninggi dan terasa begitu terik, dan kamipun bangun menikmati pemandangan yang sebelumnya hanya Nampak biru kegelapan dengan hiasan lampu kota, kini kami melihat sempurna, sungguh pemandangan yang elok dari atas ketinggian. Kami masih bersantai ria karena selepas dhuhur kami akan melanjutkan ke camp ke dua di pramosan.
Pramosan adalah satu perkampungan terpencil yang ada di dataran tinggi ungaran yang di huni hanya beberapa kepala keluarga secara turun temurun  dengan aktivitas utama adalah pemetik daunteh. Di kawasan ini terdapat berhektar-hektar kebun the dan kopi yang menjadi kegiatan sehari-hari warga pramosan, dan ada sebuah situs purbakala yang sudah hancur yaitu sebuah bangunan candid an pemandian selain candi gedong songo.dan disini pula akhirnya dejavu aku terbukti dimana di tempat ini dan bersama kedua sahabatku ini.

penampakan puncak dari camp pramosan
damai bersama dua sahabat baik ku
Tidak hanya situs purbakala yang ada di pramosan tetapi keberadaan gua jepang juga menarik untuk dikunjungi, terletak diantara barisan kebun the, terdapat gue yang panjang. Juga keunikan adat masyarakat desa ini, mereka hanya menyalakan listrik dikala malam hari saja dengan tenaga diesel, jika siang hari lampu padam.
dibelakang sana gua jepang

Nah ….kami memulai perjalanan menuju camp ini sekitar pukul dua siang, ini yang menjadi alasan franz dan andy kalo masih pagi debu tebal dan bikin cepet haus karena jalurnya menanjak walapun bisa di tempuh dengan kisaran waktu 3-4 jam sangat amat santai ( perjalanan ala kita yuah …..soalnya banyak ngasonya )
Kami memulai perjalanan dan di balap para pendaki lain yang lebih gesit dan langkahnya panjang-panjang, kami Cuma cengengesan sambil nyuri-nyuri angin buat menambah oksigen yang masuk ke pembuluh otak ( hihihi aslinya mah kecapean tapi ga mo ngaku ) dan setelah melewati punggungan kami beristirahat di bak penampung air, konon jaman entah kapan ( ini menurut franz ) dulu adalah aliran sungai tetapi seiring kemajuan jaman sungai ini raib dan berganti menjadi pipa air yang menjadi sumber air minum di desa di kaki gunung ini.
Sumber mata air yang dulunya adalah hulu sungai

Kami berjalan hingga menjelang magrib tetapi kami belum sampai di camp selanjutnya, hari mulai gelap karena hutan di gunung ini terbilang sangat lebat, sehingga suasana menjadi lebih gelap di banding dengan waktu yang sebenarnya, hingga pada akhirnya kami tiba di pertigaan yang mendekati jalur yang lebar dan berbatu, aku seneng karena dalam perjalanan tadi franz masih menceritakan nanti akan ada kolam renang yang airnya bening dan dingin banget, tetapi aku masih setengah percaya mana ada di tengah hutan belantara ada kolam renang,daaaan ……ketidakpercayaan kupatah, di depan mata terdapat kolam renang yang cukup besar 4 x 6 m. dan air nya jernih.kami beristirahat cukup lama sambil membalik kan badan melihat punggungan yang kami lewati tadi.

track yang teduh
Karena hari sudah mulai gelap, kami melanjutkan perjalanan yang kira2 masih  1,5 jam lagi kami menyusuri jalan batu dan berdebu, di kiri kanan kami adalah ladang kopi sebelum memasuki area kebun the, berselang satu jam perjalanan kami tiba di pertigaan menuju puncak ungaran dan tentunya kami memilih belok kanan dan camp di pramosan.
ladang kopi sebelum pertigaan pramosan
Rute Pramosan ( kebun teh Medini )

Malam itu kami tiba sekitar pukul delapan malam, terdengar ada beberapa suara riuh sudah camp terlebih dahulu, dan kamipun mendirikan tenda dan ikut bermalam menikmati udara pegunungan,sepi hanya ada langit bertabur bintang hamparan kebun the dan puncak ungaran yang gagah membuat suasana malam semakin sunyi karena rumah-rumah penduduk sudah mulai sepi dan lelap.

Pagi harinya kami melihat pemandangan dan berjalan2 disekitar tempat itu, Nampak terlihat gua jepang yang franz ceritakan serta kami berjalan ke reruntuhan candi  dan pemandian kuno untuk mengambil air dan mandi,melihat puncak yang nyaris sangat dekat dari camp yang hanya berjarak 200m ( vertical loh ya …J )  kami malah kami urung mendaki sampe puncak dan cukup berhahahihi di camp saja, coba nih temen ku satu ini malah asyik dengan narsis dengan gear nya

yang narsis bukan hanya kami :-)

ini yang bikin ogah summit mending ngopi

sebelum akhirnya kami berkemas dan kembali melewati rute yang sama.sore itu kami bergegas meninggalkan tempat itu dan kembali ke camp mawar yang niatnya kami akan pulang ke kota kami tapi ternyata kami keracunan sama kakak-kakak yang camp di mawar dan ngga jadi pulang.

Rabu, 06 Februari 2013

Pesona Pantai Pangandaran

sore itu kami baru memutuskan untuk menyambangi pantai selatan pulau jawa tepatnya pantai pangandaran, yang terletak di desa  pananjung kecamatan pangandaran kabupaten ciamis jawa barat tidak kalah dengan pantai selatan lainnya, pantai pangandaran ini mempunyai ombak yang cukup besar dan memiliki keistimewaan diantaranya  kita bisa  :  Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama, dengan melihat  Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman.disana juga Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih. Dan hal yang menarik buat kami adalah keberadaan Tempat pendaratan tentara Jepang semasa perang dunia II oleh karenanya di sana masih terdapat beberapa gua pertahanan bala tentara Jepang yang dulu dijadikan tempat-tempat persembunyian tentara Jepang yang berniat menyerang tentara Belanda.



Dan karena hal tersebut diatas kami ingin menikmati hawa yang berbeda di dataran rendah di pantai itu, kami memutuskan untuk berlibur disana menggunakan jalur darat dan model transportasi umum ( bus )
Tidak terlalu susah utuk mencapai kawasan itu, kami berangkat dengan meeting point kampong rambutan, sebuah terminal besar yang berada di Jakarta timur tepatnya kp. Rambutan kami memulai perjalana  ini dengan bus yang nyaman. Adapun bus yang kami tumpangi adalah bus jurusan Jakarta –banjar karena kami baru sekali ini mencoba, sebenernya bus yang bisa di pilih ada banyak diantaranya bus jurusan :
  1. Bus Jurusan Bandung - Tasikmalaya-Banjar - Pengandaran
  2. Jakarta Bus Jurusan Kp.Rambutan - Pangandaran
  3. Bus Yogyakarta - Cilacap - Kalipucang – Pangandaran
Atau jikaa tidak  ingin berlama2 di perjalanan bisa menggunakan alternative naik pesawat dan tentunya sudah keluar jalur backpacker alias mahal hehehehe
*       Jalur Udara Menggunakan Pesawat Susi Air
  1. Bandung Bandara Husen Sastranegara - Pangandaran Bandara Nusawiru
  2. Jakarta Bandara Halim Perdanakusuma - Pangandaran Bandara Nusawiru
Sesampainya di pangandaran, kami turun di terminal kecil yang menjadi tempat terakhir sebelum kami memasuki kawasan pantai , tidak terlalu jauh dari terminal tersebut, sekitar 30 menit dengan berjalan kaki atau naik becak 15 menit, kami tiba di perkampungan yang terdapat penginapan dari berbagai pilihan. Penginapan  rata –rata mulai dari 100-700 permalam saat musim liburan tiba.



Setelah kami mendapatkan penginapan yang sesuai dengan budget yang kami punya, kami berisitirat sejenak sebelum kami memulai explorasi di kawasan pantai. Pantai pangandaran ini cukup rame pengunjung dan terbilang pantai nya panjang, seperti halnya pantai lain di sekitar pantai ini banyak sekali pedagang khas pesisir dari oleh2 hingga pakaian semuanya ada, kami menyisir pantai dengan berjalan kaki di hari pertama dan menikmati gulungan ombak yang hari itu menjelang sunset, dan menunggu senja datang.

Keesokan harinya kami kembali menyusuri pantai menggunakan motor besar yang di sewakan sepanjang jalan dengan tariff  75-100 ribu kami bisa mengelilingi pantai ini dengan mudah dan tidak capek , dan setelah sewa nya habis kami kembalikan kepada penyewa dan kami beralih menaiki perahu sewaan untuk mengunjungi pantai pasir putih dan gue jepang, tidak dibutuhkan waktu lama untuk menuju lokasi tersebut, dengan ongkos 10 ribu perorang atau sewa kapal dengan tariff 150  sekali perjalanan kami bisa menepi di pantai pasir putih dan jalan-jalan di pulau.

Terdapat situs bersejarah peninggalan penjajah jepang, di pulau ini ada beberapa gua yang sengaja dibuat di tepi pantai. Di kawasan semenajung itu juga terdapat banyak sekali monyet dan satwa lainnya seperti burung. dan pesisir yang surut . juga jembatan yang menghubungkan daratan dan semenanjung pasir putih

dan masih banyak lagi tempat yang dikunjungi selain pantai ada air terjun,tetapi kami tidak sempat mampir karena terbatas nya waktu dan kami harus segera kembali ke jakarta di sore harinya.

end

Kamis, 20 Desember 2012

Melepas Rindu Kami

Merbabu 27-28 Oktober 2012

Meluncur  menuju kopeng dimana base camp tekelan berasa kami menyusuri dengan laju kendaraan yang sedang dan melewati jalan pintas Grabag-Salatiga melewati lembah dan berliku juga tanjakan yang lumayan tinggi di sekitar gunung telomoyo, pemandangan  dan hawa sejuk sore itu memikat hatiku, sawah mengguning dan bukit hijau menjulang di kiri kanan jalan aspal yang tidak begitu lebar , tetapi nyaman kami lalu ( sepi cuy kaga macet )
Tiba di pertigaan kopeng tepatnya indomaret umbul songo kami mengisi bahan logistic kami, tidak berlama2 karena kami sudah ditunggu oleh temen dari semarang mas chi black ( temennya andy dan franz ) yang sudah sadari tadi menunggu di base camp lebih dari dua jam dan menghabiskan satu bungkus rokok katanya ( banyak amat yah kalo disambung udah kayak gerbong kereta pertamina pasti )

Base camp Tekelan 1596 mdpl ( Pukul 15.30 )
Parkir dan permisi masuk ke rumah yang menurut temen-temen ku ini adalah second home nya, kami beristirahat sejenak dan ngobrol sama nyang empunya rumah sebelum kami meninggalkan base camp untuk memulai perjalanan.  Aku asyik tak beranjak dari rimbunan pohon terong belanda hingga akhirnya nyang empunya bilang “ silahkan petik yg mateng kalo mau “ dan tanpa basa-basi aku yang sudah dari tadi pengen metik langsung mematahkan satu tangkai dan ku kantongi hihi setahu ku ini hanya tumbuh di medan, ternyata disinipun tumbuh subur.

Tepat pukul 15.30  kami tidak membuang waktu kami segera pamit dan  memulai perjalanan kami,  kami menghabiskan jalur batu dan masuk ke ladang, tak begitu berat medan ini kami lalui dengan hihahihi dan sesekali berhenti ( banyak berhentinya ding dari pada jalannya ) hingga kami tiba di dufan ( kata temen-temen ini dufan adalah tempat paling asyik buat istirahat ) ya memang dataran yang agak landai dan pohon2 akasia khas merbabu yang rimbun hawanya sejuk kalo di lihat dari jenis tanaman yang tumbuh di area ini masuk dalam kategori hutan heterogen. Sejenak kami beristirahat sebelum kami lanjut ke pos pending yang berjarak 1,2 km dari base camp dengan waktu tempuh 1 jam.

Pos Pending- Pos I Gumuk
nama pos nya lucu-lucu seperti halnya kita yang mendaki ini , Pos Pending berada di ketinggian 1800 mdpl. Terdapat sumber  air di sisi kiri lintasan. Selepas pos pending, hutan heterogen tetap mendominasi jalur ini lumayan masih sejuk dan belum begitu terjal . Ditengah perjalanan kami  menemui sungai kecil yang bernama sungai Kethekan untuk menambah bekal air ( tapi ketika kami melewati sungai itu kering airnya belum dateng lagi ) , sungai ini tepat berada sebelum menyisir dan menyebrang punggungan untuk melanjutkan ke kereng putih yang berada di ketinggian 2200mdpl  dan melipir jurang yang cukup berbahaya dan butuh konsentrasi  agar tidak terperosok karena jalur pada saat kami mendaki ada yang longsor dan licin .
Malam itu menjelang isya kami tiba di kereng putih, kami beristirahat dan ngopi sambil nyantai, hingga akhirnya kami bertemu rombongan mermounc junior yang jumlahnya belasan, dan ada dua diantaranya putra putri om sugeng. ( tisar dan linggar ). Kawasan kereng putih ini ada shelter / gubug yang bisa di pakai untuk istirahat yang berada di tepi jalur, cukup lebar dan bisa mendirikan tenda jika keadaan darurat, tetapi karena posisinya di jalur terbuka dan udah bisa dipastikan angin lembah bisa masuk tenda sriwing-sriwing pasti ngga bisa tidur pules ( kecuali yang tidur kebo kayak frans *eh )

Setelah lama kami beristirahat kami melanjutkan menuju Pos I Gumuk berada pada ketinggian 2260 mdpl, yang merupakan tanah datar di depan jalur yang cukup luas cukup untuk mendirikan 5  atau 6 tenda dan dari kereng putih ini tak begitu jauh hanya sedikit lebih terjal dengan jalur tanah yang mudah longsor . kami beristirahat cukup lama lebih dari 30 menit, mas ciblek ,andy dan franz menghabiskan entah berapa panjang rokok yg mereka isap, dan akupun menghabiskan satu botol pocari hehehe, nimbun minuman sepertu onta sambil cerita ular cobra dan ngomongin temen yang lucu dan grag greg ( istilah yang baru ku dengar dan ingat sampai sekarang )

Pos 1 Gumuk-Pos II Lempong
Sedikit gerimis malam itu, kami melanjutkan perjalanan menuju pos II yang hanya berjarak 785 m ( kira-kira loh ) dibutuhkan waktu selama 1 jam normalnya (tetapi tidak buat kami karena kami banyak istirahatnya dan banyak ceritanya kadang ketawa cekikikan dan berhenti lama ) , suatu pertanda bahwa medan mulai menanjak. Seluruh lintasan ini masih dalam kawasan hutan heterogen.kamipun berjalan, dan aku berada di urutan paling belakang karena tidak bawa senter hehehe beruntungnya malam itu terang bulan jadi jalur tetap terlihat meskipun sayu.masih membahas cerita dahulu mereka evakuasi korban meninggal thn 1997 ( bah ini mah bikin gue parno, karena ternyata ada yg pake baju flanel sama sepeti aku tapi .... auah ) , ngeri juga dengernya tapi banyak lucunya jadi kamipun tertawa terkekeh2 sambil berlalu.

Pos II Lempong Sampan -Pos III Watu Gubug
malam itu kami terus berjalan hingga kami tiba di Pos II (Lempong Sampan)  yang berada di punggungan dengan ketinggian 2450 mdpl. Untuk menuju pos Watu Gubug yang hanya berjarak 724 m diperlukan waktu tempuh selama 1 jam, dengan medan yang tetap menanjak dan vegetasi yang mulai terbuka. Di pos ini kami berisitirahat sejenak dan nampak ada dua tenda berjajar sedang memasak, kami melewatinya dan berisitirahat di sekitar pos ini sebelum kami melanjutkan menerobos kayu-kayu meranggas di depan, tampak bulan bersinar terang dan dihiasai lingkaran seperti halnya planet Jupiter , dan menurut simbah saia dulu katanya para pejabat sedang kisruh kalo bulan di lingkari, dan celoteh ku di ketawain mas cilblek dkk ….( grag greg kabeh wes )
Dari pos ini sudah nampak di kejauhan hijau tua bukit di depan, kalo ga salah itu pos pemancar disana, dan kamipun bergegas meninggalkan camp luas ini.
Dari sini medan sudah terbuka tentu menjadi tempat yang paling ngga nyaman buat jalan karena angin bebas menerpa tubuh kami seenaknya  yang ramping-ramping ini tanpa tawar menawar  dan mampak jelas batas punggungan dan jalur cuntel di sebelah kanan, dan memang terdengar teriak2an pendaki yang camp disana, begitu dekat hanya selisih satu punggungan jika di lihat tapi entah kalo di sebrangi karena yang kulihat tebing itu curam untuk  nyedel pindah jalur. Dan hingga akhirnya kami tiba di pos dimana temen2 ini meninggalkan potongan dari bagian tubuhnya ( sampe mumet mecahin teka teki ini, bagian mana yang di tanam, hingga esok harinya baru terjawab )

Pukul 11.30 kalo ga salah, serba ngga pasti karena aku biasanya mencatat detail waktu perjalanan dan seluk beluk yang kami temui, tapi karena kami berjalan just fan dan semau kaki ya sudah kami tidak mentargetkan perjalanan ini ,  kami kelaparan dan bongkar caril kami makan seadanya dan yang terpenting ngopi, dan masih bercerita yang nyaris sepanjang perjalanan cekikikan meskipun kami bukan pelawak ,  sebelum kami menuju pos pemancar yang terlihat dari sini begitu jauh dan terjal ( ini efek ngantuk dan capek sih sebenernya ga sampai satu jam untuk tiba di pos pemancar )


Pos III Watu gubug -Pos IV Watu Tulis ( Pemancar )
Watu Gubug merupakan dataran yang berada pada ketinggian 2610 mdpl dan kondusif untuk mendirikan tenda. Didaerah ini terdapat sebuah batu besar dengan lubang pada bagian tengahnya yang berdiameter sebesar mulut goa, dimana dapat dimasuki hingga 5 orang. Dan hawanya terasa sangat dingin karena memang berbatasan langsung dengan punggungan yang menuju puncak syarif yang nampak menjulang hitam kebiruan saat kami lihat dari kegelapan malam waktu itu. Kami masih berseloroh dan rasanya enggan meninggal kan pos ini karena sekali lagi pos ini mempunyai makna yang mendalam buat ketiga sahabatku ini, dan akupun ikut larut dalam harmonisasi nya.

Aku mulai kedinginan karena kami beristirahat cukup lama dan akupun membongkar  caril, aku mengambil jaket dan mengenakannya, beeehuh ….wind stopper yes ..aku pun terhindar dari semilir angin yang megobrak abrik pertahanan lemak ku yang memang ngga tebal, hingga akhirnnya kami packing  dan melanjutkan perjalanan ke pos pemancar.

Selepas watu gubug jalur semakin terjal, nyaris tiada yang datar dan berdebu pada musim kemarau dan malam itupun aku harus menutup hidung. Namun sepanjang jalur  yang terbuka ini pemandangan sangat indah, dimana terdapat padang ilalang yang luas dengan berbagai tumbuhan dan juga Adelweyss yang menyebarkan aroma khasnya dan gemerlap bintang dan sinar bulan di malam itu seakan menjadi hiburan perjalanan kami. Untuk sampai di pos Watu Tulis dibutuhkan waktu 45 menit tetapi sekali lagi tidak bagi kami, kami berjalan sesuai keinginan kaki , dan lebih baik berasyik ngobrol di jalur sesekali meneguk air minum.

Pos IV Watu Tulis   ( Home Sweet home )
Akhirnya setelah perjuangan panjang melawan dingin dan kepulan debu  kami tiba di tempat dimana kebanyakan orang menyebut nya pos pemancar / Pos Watu Tulis yang  berada di ketinggian 2896 mdpl. Lokasi yang sangat indah ini terdapat stasiun pemancar milik TNI AD. Pada musim penghujan terdapat mata air musiman di sisi kiri pemancar. Untuk menuju pos Helipad yang berjarak 630 m dibutuhkan waktu tempuh 30 menit. Keadaan lintasannya mendatar.

Di pos ini aku  janjian sama dwee yang sendirian dari surabaya melewati jalur cuntel, malam itu aku panggil-panggil  tidak ada  sahutan artinya dwee tidak camp di puncak ini, mungkin di pos dibawah sana yang terlihat banyak gerombolan tenda dan suara riuh bak pasar pindah.

Malam itu kami medirikan tenda dan mengatur posisi supaya kami ber4 bisa tidur dan beristirahat , dan tak seberapa lama tenda dengan segala aksesorisnya sudah terpasang sempurnya dan siap dijadikan tempat kami beristirahat.


Pos pemancar 05.30

Pagi itu kami bangun  dan membuka tenda, dan kami menikmati hawa sejuk dan mentari pagi yang merangkak naik diantara lautan awan putih yang luas dan cantik…. Sementara bentangan alam sekitar menyuguhkan pemandangan yang luar biasa, puncak syarif, puncak kenteng songo Nampak beridiri tegak serta pemandangan  merapi  sindoro sumbing, ungaran, telomoyo dan di kejauhan gunung slamet dan lawu.

Dan di pagi itu pertemuan dramatis antara kami dan dwee yang perlahan- lahan  senyum-senyum ragu mendekati camp kami , ini dia orang nya yang merampas kopiku , akhirnya kamipun  ngobrol sebelum dwee melanjutkan ke puncak sementara kami berfoto ria dan memilih kembali ke watu gubuk hanya sekedar ingin melepas rindu kami padanya ( tiduran di depan watu gubuk dan  ngopi )


Pos V Helipad - Puncak Kenteng songo ( kami tidak medaki  nya hanya sekedar informasi tambahan dari catatan ini )

Pagi itu kami hanya berdiri di area camp dan memandangi Pos V dimana pos ini  dipagari oleh tebing-tebih curam yang merupakan puncak-puncak Merbabu yang terpisah, seperti Puncak Kukusan (2968 mdpl), Puncak Prenggodalem (3119 mdpl), Puncak Kenteng Syarif, dan Puncak Kenteng Songo sendiri sebagai puncak tertinggi. Mata air akan ditemui 150 m arah kanan pos ini (menghadap puncak) tetapi sedikit mengandung belerang . Di samping mata air akan ditemui juga kawah mati yang bernama Condrodimuka. Disini kita harus benar-benar pandai dalam memilih antara air tawar dan air yang mengandung belerang.

Selepas Pos V akan dihadapkan pada rute terberat yang bernama Jembatan Setan ( Dulu gue mikir apa disini banyak setannya  tetapi setelah melewati pos ini akhirnya tau kenapa jalur ini di sebut jembatan setan ) . Lintasan ini berupa punggungan tipis dengan jurang menganga pada sisi kiri dan kanan lintasan, ditambah lagi hembusan angin yang cukup kencang di sepanjang lintasan yang panjangnya 627 m ini. Selepas Jembatan Setan, pendaki akan tiba di persimpangan. Arah ke kiri menuju Puncak Kenteng Syarif (3119 mdpl), yang hanya berjarak 180 m dengan waktu tempuh 10 menit. Pada Puncak Kenteng Syarif yang datar terdapat makam Mbah Syarif, tokoh masyarakat lereng Merbabu.

Jalur ke kanan/ lurus adalah menuju puncak Kenteng Songo yang berjarak 433 m. Perjalanan melalui jalur ini memakan waktu 45 menit, dengan medan yang menanjak dan sesekali menurun. Dari Puncak Kenteng Songo akan tampak, di sebelah barat Gunung Sumbing dan Sindoro, di sebelah timur Gunung Lawu dan Ungaran, dan di sebelah selatan adalah Gunung Merapi yang berdiri gagah.

Kembali ke alur awal, kami turun masih pagi dan menikmati hawa di watu gubung sampai kami puas ( berfoto, tertidur, ngopi hingga makan siang ) sebelum kami meninggalkan tempat ini untuk segera tiba di pos awal kami menitipkan  motor.

Kami turun dan sampai di pos pending dan bertemu om sugeng beserta keluarga, kami beristirahat sejenak mengobrol ( lagi ) sambil menghabiskan batang rokok yang kami bawa. Hingga akhirnya kami berpamitan dan meluncur ke base camp untuk persiapan pulang.

Kami meninggalkan base camp tepat pukul 15.30 setelah perjuangan panjang merayu ketiga sahabatku ini untuk segera beranjak dan mengantar kan ku hingga pool bis yang akan aku tumpangi.
Kami meninggalkan base camp dan berpisah di pertigaan selo, kami melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke temanggung  bersama andi dan frans sementara mas chiblack kembali ke semarangdi lanjutkan aku kembali ke Jakarta.dan disinilah kami berpisah dan berakhir petulangan episode merbabu , teringat pengalaman dan cerita lucu2. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan frend . :: finish ::




Selasa, 02 Oktober 2012

Ceritaku ketinggian 3.371mdpl

I am coming- Yeah ini dua kata yang dasyat untuk mengawali tulisan ini, bagaimana tidak setelah kegalauan akan informasi yang menjadi sumber jika semua gunung di jawa di tutup lantaran ganasnya musim yang sudah tidak menentu seperti musim kemarau panjang tahun ini, aku mengawali perjalananku dari Jakarta seorang diri, dengan tujuan yang belum jelas antara M2M atau Triple S …yang jelas liat bagaimana situasi nanti tergantung temen disana.
Setibanya di temanggung subuh pukul 04.30 wib yang dingin sedingin ruangan AC di kantor aku ( jika di turn on ke suhu terendah ) pelan-pelan turun dari bus dengan kaos oblong dan celana pendek bbbrrr…..saltum dan adem rek. Aku singgah di kantor temenku yang ternyata disana sudah ada dua manusia yang aku ga tahu dari mana rimbanya yang lelap tidur yaitu bang falah dari bekasi dan bang zie dari bogor terbujur di ruang depan (belakangan tahu nama mereka setelah mereka bangun tidur dan kenalan )  . Sementara franz masih dengan muka bantal membuka pintu,  oh iya satu lagi manusia yang terbaring diruang server tyas gadis Balikpapan yang nyangkut di jogja demi menuntut ilmu  yang setibanya dari jogja 5 jam ( 00.01 wib )  terlebih dahulu dari kedatanganku.juga ada risca cewe manis dari probolinggo yang terdampar di temanggung yang juga akan mendaki bersama ( busyeet peserta pendakian AKAP –antar kota antar propinsi ) sementara andy dan franz sebagai tuan rumahnya.
Singkatnya kami akan memulai mendaki gunung sumbing setelah menunggu andy nyang empunya kantor , yang tiba2 saja di paksain jadi basecamp  tiba  dan satu temennya setelah mengajar pak guru kita  ( wadaaaau  sore kita baru memulai perjalanan I hate walking in the night ) sementara seorang kawan franz menunggu di rumahnya di desa kuadungan tritis, tempat dimana kita akan mengawali perjalanan yang berat ini.( berfikir memutar otak berarti aku tidak akan melewati jalur resmi cepit (2002) silam maupun garung ( 2008 ) yang pernah kulalui sebelumnya soo ….apa yang akan terjadi …?? )
Sumbing ya …sumbing yang perawakanannya gendut yang membentang luas dari kabupaten wonosobo temanggung dan magelang ini memang gunung type stratovolcano dengan ketinggian 3.371mdpl berada di koordinat 7.384° LS dan 110.070° BT yang menurut ku besar dan berat. jalur yang membentang luas terhampar sebagian gundul menjadi ladang penduduk. Dan artinya kita jalan panas2an dan tidak ada mata air selain di kawah dan itupun di kawasan puncak, berbeda dengan jalur garung kita masih akan menemui mata air di kawasan pos bosweisen ( jalur lama )  dan parset ( jalur baru ) jika ada yg tahu , itu juga harus turun lembah sekitar 100 kedalaman baru akan menemukan sumber air ( jika tidak kering ).
 Penampakan Sumbing dari jl raya Bulu -Parakan
 Day 1 Sabtu pukul 14.30
Kami berdelapan menggunakan sepeda motor, bisa dibayangkan betapa repotnya kami membawa alat jihat ini caril depan belakang dengan jalan menajak oh my darling ….sumpah bukan hal mudah di tambah enam buah  duren menggantung di pijakan.akhirnya  tiba di rumah kediaman  mas rendy yang sadari pagi sudah menunggu kedatangan kami ( katanya loh ya aku ga ngarang ) , kami isirahat sebentar dan makan sebelum kami memulai perjalanan ini sambil bercerita dan di kasih wejangan sama bapaknya mas rendy.
Kami mendaki melewati rute ini bukan tanpa sebab, jalur cepit dan jalur garung yang notabane di jadikan jalur utama pendakian di tutup karena habis kebakaran.
Pukul 17.40 kami memulai pendakian setelah menambah stok air dan memasukkan empat durian ke caril ku… beeeeuh semerbak wangi nya terbang dibawa angin menusuk hidung2 kami di sore itu.( dan yang pasti makin berat saja si kuning bawa beban nya )
Singakatnya kami melalui jalan batu selama dua jam hingga sampai di pintu rimba yang sudah mulai gelap, langkah berat kami dan cucuran keringat berbanding sejajar melewati tatanan batu rapi itu, di iringi bulan purnama yang mulai menampak kan diri  rendah di ujung timur seakan bulan turun mendekati bukit gersang yang kami lalui sungguh menjadi pemandangan yang menghibur serta menjadi senter alam yang terang  di sela-sela deru nafas kami yang terengah2 dengan beban kami masing2.
                                                                  Bulan di bukit tanahpati
 Pukul 20.00 Pintu rimba
Memang penyesalan datang belakangan, ketika kami masih di bawah melihat mobil pick up dan aku berangan ( knp tidak carter saja sampai pintu rimba kan lebih save energy dan waktu 2 jam tanpa harus menyusuri jalanan berdebu dan berbatu) , tapi tak perlu kami sesali karena setiap langkah yang kami hitung adalah semangat bagi kami untuk mencapai tujuan dan bersyukur kami masih ceria sepanjang perjalanan dua jam yang menjengkelkan buat aku sendiri. ( salah siapa naik gunung yah …)
Malam itu angin berdesis dan menerpa wajah-wajah kami seakan mengucapkan selamat datang kepada kami, kami beristirahat sebelum kami memasuki pintu rimba dan masih memperbincangkan titik api yang ada disisi jalur garung, memang benar gunung ini sedang sakit dan kobaran api terlihat semakin besar tertiup angin, kami tertegun memandangi sambil melihat posisi kami berada, sementara di seberang gunung sindoro juga ga mau kalah, lereng sebelah selatan juga terbakar api berkobar merambat ke atas membentuk lidah api , kami hanya bisa menyaksikan dengan komentar yang sederhana.  
Lets go … pemandangan yg mengkhawatirkan kami tutup berbarengan,perlahan sambari kami memasuki rimba, jalur mulai terjal dan semak2 serta pohon akasia yang rimbun membentang mengharuskan kami mengibas-kibaskan tangan agar muka kami aman dari goresan ranting maupun rumput liar itu. Rasanya perjalanan kami semakin berat dan terjal di tambah jalur ini bukan jalur normal, membuat suasana mencekam, aku percaya bahwa mas rendy akan bantu kami melewati semua ini,dalam hati kecilku ku berguman “ bisa melewati ini pun sudah lebih dari cukup aku ga memikirkan rupanya puncak seperti apa sekarang “
Kami berjalan 3 jam masih berkutat dengan pohon akasia yang rimbun hingga berpindah vegetasi menjadi hutan petai china ( bukan pohon petai cina hanya mirip dengan batang yang kecil2 namun rapat ) kami melalui dan terus terjal di tambah rumput ilalang yang tumbuh di sekelilingnya ( jalur apaan ini yah sangat berbeda dengan jalur garung maupun cepit yang memang jelas ). Tapi kami yakin kami tidak tersesat hanya belum pernah membayangkan apalagi melewati jalur seperti ini .
Hingga akhirnya kami menemukan satu titik kebahagiaan dalam hening nya malam, kami tiba di medan terbuka dan tanah datar , disitu kami melihat lembaran  seng yang sudah lepas dari tempatnya, kalo bisa di diskripsikan ini adalah pos yang sudah hancur, yang berada di sekitar pohon cantigi  dan pohon-pohon  lainnya. alhamdulillah puji syukur kami bisa mengakhiri perjalanan malam ini dan bisa bernafas lega, mengumpulkan energy dan rencana besuk untuk summit attack meskipun kami tau posisi kami masih jauh sekali dengan puncak, hanya pandangan kami yang tertipu bahwa batu kecoklatan itu Nampak dekat yang kami yakini itu adalah dinding puncak.
Pukul 23.00  Camp Randy
Kunamai camp ini camp randy karena memang tidak ada petunjuk maupun histrori nya tempat ini bernama apa dan bagaimana, yg kami tau kami lewat sini dan mas rendy yang bawa kami kemari, maka kami sebut camp randy untuk memberikan satu nama dimana kami menumpang bermalam,hamper saja kami sibuk harus nge-SAR sunto nya franz yang tiba2 lenyap dari pergelangan tangannya, dan untungnya falah menemukan dijalur sebelum kami putuskan SAR di esok harinya.
Kami bangun tenda di lokasi ini dan kami merapikah semua perlengkapan yang kami bawa dan makan sekedarnya, sebelum kami melepas lelah dan bermimpi dalam dekapan malam di hutan ini

                                                      Puncak tampak dari camp randy
Beranjak tidur sambil menyanyi dalam hati yang ku denger beberapa kali diulang sebelum mendaki liriknya begini :
this feeling inside me
finally found my life, i am finally free
no longer torn in two
i learned about my life by living through you
we'll meet again my friend someday soon
( ternyata gue paling suka satu bait ini dari DT)

Day 2 Minggu Pukul 06.00 
Malam itu terang bulan purnama, sehingga pantulan cahaya nya pun masuk ke dalam tenda seakan menerangi lelapnya kami bermalam, kami tidur dalam balutan sleeping bag masing-masing dan lelap bersama mimpi kami, ( kalo aku sih mimpi ngejar2 ayam hutan tau dah aneh aneh aja  ) entah kawan-kawanku yang jelas malam itu sahut-menyahut suara dengkur dari 3 tenda saling berganti.
Pukul 06.00 nampaknya franz, mas rendi dan paktu sudah bangun dan paduan suara sendok dan panci sudah beradu itu artinya mereka sudah mulai memasak dan menyambut pagi dengan kopi hangat dan the tarik, riuh dan rame camp kami satu persatu bangun dan sudah ada risca, zee dan falah yang sudah goring nugget, sosis dan ikan asin, semenara zee asyik aduk nasi. Akupun ga mau kalah kali ini demo masak mengawali aktifitas pagi itu, aku dibantu ndut tyas bikin sarapan ala bule roti keju bakar beeeuh ….dengan secangkir coklat panas kami sarapan dan di lanjut makan besar sebelum summit ke puncak pagi itu.
Start summit attack pukul 08.30
Setelah sarapan kami bergegas meninggalkan camp, dengan perbekalan minum dan coklat biscuit dan sebilah parang tumpul wakakaka ( kaga ada tajemnya pisan euy punya siapa sih ??  ) untuk membabat semak yang setinggi kami yang menghalangi jalur, camp di jaga sama franz yang baik hati rela tidak ke puncak menjaga harta karun kami yang sangat berharga di hutan ini, kami memulai menapaki jalur yang hamper tidak Nampak, kami hanya memandang puncak di depan dan kami harus mendaki, entah bagaimana caranya, kami menyisir satu punggungan dengan lambat, karena kami juga ga tau persis jalur nya.
Satu jam kami tebas2 ilalang setinggi kami dan hingga kami sampai di lereng yang terbakar, rasanya masih baru, tanah yang kami pijak masih mengeluarkan hawa panas dan ranting serta pohon yang terbakarpun rapuh menjadi arang …
 
 
   Ladang yang terbakar
Dengan feeling yang masih tajam dan pengetahuan membaca medan mas rendy masih ingat betul bagaimana menyiasati hal ini, bagaimana kita bergerak dan menetukan arah meski kami tidak membawa kompas maupun alat bantu lainnya, hanya berbekal nyali dan satu semangat yang terbungkus dalam diri masing2 kami putuskan pindah punggungan dan bergeser menyebrangi sungai kering, bekas aliran larva masa lampau, kami menyebrangi nya perlahan setelah melewati tanah abu yang bikin nafas tersengal2.

Paktu, m rendi,risca,tyas,andy,falah lepas dari jalur kebakaran ( sebelum menyebrang tebing & sungai )
Kembali kami mendaki bukit terjal menghitam, pijakan kami amblas satu mata kaki masuk ke dalam abu, rasanya lama sekali kami melewati ini padhal jika di lihat dengan mata seharusnya kami tak lebih dari satu jam menyisir bukit ini.dan selang 3 jam dari camp kami pun kami masih berada di punggungan kering hingga akhirnya kami menemukan jalur pertemuan dari jalur cepit yaitu watu kasur, dimana di lokasi ini ada batu besar dan lebar di sampingnya pohon cantigi dengan plang “batu kasur “  dan menemukan jalur yang benar.
 
 rute  ke kawah dari jalur cepit
Pukul 13.00 kami masih berada di sekitar watu kasur, kami masih berjalan menyusuri tanjakan terjal berbatu nan panas dan ngebosenin, ditambah stok air yang sudah tipis, siang itu terasa terik dan bercucuran keringat, hingga kami harus berhenti dan istirahat.
Kami saling menunggu dan menjaga langkah supaya tidak tertinggal jauh meski hari itu siang, kami tetap harus waspada karena kami sadar kami berada di punggungan yang terjal dan nyaris tak ada pelindung pohon, andai angin berhembus kencang dan kami tersapu sudah pasti mengelinding ke dasar jurang yang mengangga di sisi kanan maupun kiri. Dan kami bersyukur siang itu cuaca bersahabat hanya terik yang membakar kami hingga entah berapa butir peluh yang kami teteskan untuk menggapai puncak.

Pukul 14.00 kami mendekati puncak, kami terpisah setelah watu kasur, aku, andy dan falah asyik menaiki bukit yang terjal itu samberi sesekali terhenti di bawah pohon cantigi sekedar menghisap madu di daun yang menempel dan buah yang ungu manis, sementara andy jauh di depan mendekati puncak, kami tak sadar kalo ada jalur melipir ke kiri ke arah kawah selepas 30 menit dari watu kasur karena tiba2 kabut tebal melayang ke atas, mereka risca, tyas, paktu, m rendy dan zee asyik lenggang ke kawah, kami sahut2an dan kami terasa dekat, tetapi kami terhalang kabut tebal…hingga membutakan jarak pandang kami, hingga akhirnya sore itu pukul 15.00 kami di berkahi kembali terik, kawah dan puncak terlihat jelas, kami bertiga berada di puncak sementara mereka ber lima asyik berlarian di kawah segoro wedi hehehehe ……terpisaaaaah J

Kami berada di puncak menyaksikan kelima temanku disana
Dan mereka yang ada disana sedang asyik bermain dan berlari di segoro wedi yang berarti lautan pasir dan menuju ke kawah

Kawah dan makan ki ageng mangkukuhan
 
Kawah sumbing yang masih aktif
Cantiknya edelweis khas sumbing yang berwarna putih
Kami pertiga pun ga mau terpisah dari mereka dan dari puncak turun ke kawah segoro wedi dan berkumpul bersama dan berfoto bersama ala keluarga baru yang kami temukan, tapi aku masih memikirkan franz yang ada jauh di bawah sana menunggu harta kami, andai dia bisa ikut pasti kami lebih bahagia menggapai puncak bersama.
Foto keluarga bersama bola basket ( three on three beserta pelatihnya )
Setelah kami berkumpul dan merasa cukup singgah di kawah ini akhirnya kami putuskan untuk kembali ke camp karena sudah beranjak sore, pukul 16.00 dan bahaya sekali jika kami kemaleman di jalur sementara kami butuh waktu 2 jam perjalanan turun, dengan rute yang sudah jelas diatas tadi yang membingungkan di tambah tidak ada pencahayaan sama sekali apalah jadinya kita, sementara menuruni ladang yang terbakar juga tidak mudah, seserodotan dan pantat dan kaki berpanas2an dengan tanah yang masih panas sungguh hal yang aku rasakan paling sengsara, tapi ini sebuah perjalana yang setiap jengkalnya mempunyai arti dan perjuangan.
satu persatu kami turun dan kembali ke camp kami dan beristirahat, makan dan cuci mulut dengan durian sambil bercerita tentang kebakaran siang itu yang terlihat dari puncak, sebelum kami beranjak tidur dan keesokan harinya untuk kembali ke rumah masing2.
Day 3 Senin Pukul 08.30
Kami packing dan setelah sarapan sekedarnya dan menghabiskan logistic yang kami bawa dan ternyata memang tidak habis dan akhirnya di packing kembali, kami bergegas meninggalkan camp yang member arti bagi kami dan memberi kesempatan untuk bermalam akhirnya kami tinggalkan dan semoga isi isi durian nanti bisa tumbuh jika kami kembali suatu saat nanti ( ngarep berlebih ).
 

Franz yang baik hati menjaga camp kami
Dan siang kami tiba di rumah mas rendy kembali kami di jamu istimewa sebelum kami menuju kantor andy untuk siap2 ke kandang masing2, aku pulang ke Jakarta, tyas ke jogja, falah ke bekasi dan zee ke bogor, hanya tinggal franz,andy, risca, pak tu dan mas rendy yang kembali menikmati home sweet home mereka, kami berpencar dan sayonara sampe jumpa dilain waktu, tempat dan kesempatan.
The end ***